Pages

Monday, July 1, 2013

Logika bahasa

Dalam suatu kursus bahasa Jerman, guruku pernah berkata bahwa bahasa itu tidak selamanya logis. Memang dalam setiap bahasa ada aturan tertentu yang bersifat logis. Akan tetapi logika dalam berbahasa bukanlah logika Aristotelian, maupun Boolean.

Aku pernah belajar logika Aristotelian sederhana dalam pelajaran Bahasa Indonesia. Mereka yang lanjut kuliah jurusan hukum, psikologi, dan sosiologi di Indonesia biasanya belajar logika Aristotelian lebih mendalam. Dulu sempat mendengar curhat dosen jurusan hukum dan psikologi, kalau mahasiswa-mahasiswi pernah ikut kuliah ini namun tetap saja mereka tidak bisa membangun argumentasi yang logis pada kuliah-kuliah berikutnya. Bukan hanya itu, hingga mengerjakan tugas akhir atau skripsi, banyak yang tidak logis.

Sebagai orang yang bergerak di bidang teknik, aku tidak terdidik dengan logika Aristotelian (wiki:en,de). Aku lebih banyak belajar logika matematis, berupa logika simbolik. Untuk lebih mendalami logika ini, sebetulnya perlu belajar banyak kalkulus proposisional (wiki:id,en,de) dan teori himpunan (wiki:id,en,de). Untuk bisa jadi sarjana teknik, aku harus menguasai logika Boolean (wiki:id,en,de). Dalam perjalanan hidup dan kuliah teknik, aku juga mendalami logika fuzzy (wiki:id,en,de).

Semua logika yang kupelajari sebetulnya lebih untuk mengerti bagaimana mesin bekerja, bukan bagaimana manusia berpikir. Namun aku banyak belajar dari kawan-kawan dari ilmu sosial dan humaniora mengenai apa saja yang termasuk sesat pikir atau "logical fallacy" (wiki:id,en,de). Hal-hal yang termasuk dalam daftar sesat logika harus dihindari (wiki:en), untuk membangun alur yang logis dalam berpikir dan berbahasa, baik lisan maupun tulisan.

Dalam dunia pemrograman, aku belajar bahasa yang lain, yaitu programming language. Di sini, ada aturan berbahasa dengan baik. Bagaimana menggunakan tanda baca dan spasi dengan benar. Jika ada kesalahan, komputer akan memberikan pesan "error" dan program tidak bisa dikompilasi. Selain itu, kadang ada hal yang tidak salah, namun bisa menimbulkan kerancuan. Untuk ini, komputer hanya memberi peringatan "warning". Seorang programmer yang baik, belajar dari pesan-pesan ini. Programmer akan menghilangkan "error" dan mengurangi "warning" dalam kerjanya.

Dalam berbahasa manusia, aku belajar banyak dari dunia pemrograman. Aku harus mengurangi hal-hal yang sesat secara logika dan yang rancu atau ambigu (wiki:id,en,de). Kemampuan berbahasa secara logis sangat penting dalam dunia sains, karena di sini ilmuwan harus membuat tulisan ilmiah (scientific paper) dan menyusun presentasi serta diskusi di seminar atau konferensi ilmiah. Dalam dunia pers dan jurnalisme, wartawan dan pembawa acara haruslah menjaga alur logika tulisan, siaran radio maupun televisi. Pembawa acara harus membuat diskusi di televisi dan radio tetap dalam kerangka berpikir logis. Wartawan di media cetak dan internet harus menyusun tulisan yang logis dan tidak rancu.

Di zaman pesan pendek ini, banyak sekali tantangan dalam menggunakan bahasa yang logis dan tidak rancu. Kalimat pada SMS, chatting, twitter, dll banyak yang rancu. Bahkan dengan kebangkitan alay (4L4y), berbahasa menjadi tidak mudah. Dalam pesan pendek, aku selalu pusing dengan huruf "g", kadang artinya "gua" (saya), kadang artinya "gak" (kagak/tidak). Aku menghindari penggunaan singkatan, karena itu rancu. PHP bisa artinya Personal Home Page, bisa juga Pemberi Harapan Palsu.

Gambar berikut, menjelaskan pentingnya berbahasa secara logis dan tidak rancu.


Jika menggunakan alur logika dalam satu kalimat, "Bring 6" memiliki arti "Bring 6 eggs".
Jika menggunakan alur logika dalam satu paragraf, "Bring 6" bisa berarti "Bring 6 bottles of milk."
Berbahasalah dengan tidak rancu. Berdiskusilah dengan menghindari sesat pikir (logical fallacy). Maka dunia akan damai dari debat kusir dan kebisingan tidak penting.

Berhubung gambar di atas berisi susu dan telur, tolong jangan siram mukaku dengan air teh!
(contoh kalimat yang tidak logis)


Bremen, 30 Juni 2013

iscab.saptocondro

P.S. Bagaimana bercinta dengan logika, masih kupelajari dan belum selesai. Aku masih mempelajari kebenaran kata- kata Vina Panduwinata "ternyata asmara tidak kenal dengan logika". Jika premis tersebut benar, aku harus mempelajari implikasi logisnnya beserta silogisme apa saja yang bisa tersusun.

No comments: