Pages

Tuesday, February 18, 2014

Paper ilmiah

Hari ini, tiba-tiba ingin mengungkapkan unek-unek tentang paper ilmiah. Kegiatanku saat ini memang seputar itu. Aku menjadi mahasiswa (lagi) dan harus membaca banyak paper ilmiah untuk penelitianku. Untuk menulis, aku harus merujuk pada paper ilmiah sebelumnya, supaya kata-kataku berdasar.

Ada suatu kegalauan dalam mencari paper. Studi literatur dimulai dengan pencarian paper. Seseorang peneliti harus tahu kata kunci (keyword) yang akan dicari. Tanpa kunci, percuma aja. Zaman dahulu, berbekal kata kunci ini, seorang peneliti pergi ke perpustakaan lokal, melihat katalog, lalu mencari paper di rak yang sesuai. Zaman sekarang, perpustakaan lebih besar dan virtual. Peneliti memasukkan kata kunci ke Google biasa, Google Scholar, Bing, ScienceDirect, IEEE Xplore, dll. (Aku tahunya segitu doang. Ini pertanda aku kurang gaul). Sesudah itu, mesin pencari (search engine) menunjukkan judul-judul paper berdasarkan kata kunci yang dimasukkan. Lalu paper yang relevan dengan penelitian bisa dipilih.

Memilih paper yang relevan juga penuh seni. Ada biaya yang harus diingat oleh peneliti: waktu dan uang. Di Indonesia dulu, kalau aku menemukan paper di mesin pencari, aku tidak bisa langsung mengunduh. Tempatku bekerja dulu tidak berlangganan jurnal tempat paper berada. Jadinya kalau mau mengunduh, pasti ada biaya sekitar 20 dan 30 US dollar. Hal ini juga masih menjadi masalah di beberapa lembaga penelitian dan universitas di Indonesia zaman sekarang.

Selesai diunduh, paper tersebut dibaca dan ini butuh waktu. Ada teknik baca cepat dan baca dalam. Baca cepat itu untuk memperkirakan apa isi paper dan layakkah kita menghabiskan waktu untuk membaca dalam. Ketika paper tersebut relevan dengan penelitian atau pekerjaan, berarti paper tersebut layak dibaca dalam-dalam, tapi jangan membuang waktu karena penelitian itu ada tenggat (deadline).

Nah, kalau tidak relevan, paper tersebut bernilai 20 atau 30 dollar. Menangislah peneliti di Indonesia kalau harus mengunduh 100 paper. Oh, ya, untuk mendapatkan 3 hingga 5 paper yang relevan, aku perlu mencari antara 40 hingga 100 paper. Ilustrasi dari Jorge Cham di PhD Comics bisa menjelaskan bagaimana itu terjadi: 2002, "References" (sok klik aja!). Sedikit info, dulu sewaktu jadi dosen, dana penelitian yang kuperoleh itu 10 juta per tahun, yaitu sekitar 1100 dollar untuk kurs saat itu.

Peneliti yang berasal dari Indonesia mengakali urusan paper ini dengan membentuk jaringan rahasia di milis, facebook, forum, dll untuk bertukar permohonan paper. Hal ini sangat membantu peneliti di Indonesia. Biaya uang berkurang. Biaya waktu masih ada. Peneliti harus menunggu sehari hingga paper tuntas dikirimkan rekan di milis atau jaringan lain.

Aku teringat beberapa kawan di Bremen, yang studi kelautan, melakukan pengunduhan paper secara sistematis dan gotong royong. Kemudian mereka mengumpulkan paper yang telah diunduh lalu mengorganisasikan dalam folder untuk dimasukkan ke harddisk masing-masing. Lalu kembalilah mereka ke lembaga masing-masing di Indonesia. Hal yang menarik. Tapi riset tidak bekerja seperti itu. Seorang peneliti mencari paper yang relevan dan cenderung yang terbaru. Paper terbaru, dibutuhkan karena peneliti harus membuat sesuatu yang "novel", "original", "filing the gaps", "state-of-the-art", dan istilah lainnya yang mirip.

Cara sapu jagad mengunduh paper seperti yang dilakukan beberapa kawanku tersebut hanya akan menghasilkan sejumlah paper yang teronggok di folder harddisk dan server. Paper-paper tersebut bisa berguna untuk menulis buku, tapi sulit untuk dipakai penelitian berskala internasional. Akan tetapi, seseorang hanya menulis buku kalau topiknya relevan dengan minatnya. Tidak semua paper itu relevan. Selain itu, aku tak yakin mahasiswa-mahasiswi tempat kawanku mengajar akan membaca paper-paper tersebut.

Kembali ke topik. Setelah sukses membaca paper yang relevan, seorang peneliti akan terbebas dari kegalauan studi literatur. Ia pun bisa melanjutkan dalam membuat karya ilmiah. Ia bisa menyusun tulisan: proposal, paper, laporan penelitian, thesis, disertasi, dll. Kegalauan berikutnya adalah urusan teknis penelitian dan urusan menyusun kata demi kata.

Untuk kawan-kawan yang jadi peneliti, kuucapkan "Selamat berurusan dengan paper ilmiah! Darah Juang!"


Bremen, 17 Februari 2014

iscab.saptocondro