Pages

Tuesday, July 2, 2013

Left Libertarian

Aku selalu bertanya-tanya apakah ideologi yang kuanut dalam berpolitik. Akupun bertanya, akankah ideologiku akan berubah seiring dengan waktu. Aku merasa bahwa aku berideologi "kiri payun". Aku selalu bergerak ke depan dengan aliran politik kiri. Betulkah "kiri payun" adalah pandangan politik yang kumiliki?

Menurut test political compass, aku menganut aliran politik Left Libertarian. Jadi memang benar aku menganut aliran kiri dalam pandangan politik ekonomi, serta menganut paham kebebasan (libertarian) dalam sosial politik.

Hasil test Political Compass: 60% Libertarian, 60% Left


Aku memiliki kecenderungan untuk menolak fasisme, baik atas nama negara, etnik, agama, dll. Aku juga condong untuk melawan struktur-struktur yang mapan, walau ini lebih banyak berakar dari nihilisme Kejawen daripada anarkisme. Aku memiliki kecenderungan bahwa hak asasi manusia harus dilindungi, tanpa memandang ketololan idenya, kebodohan agamanya, maupun kata-katanya yang asal bunyi. Jadi pandangan sosial politikku adalah libertarian.

social and economic scale in political ideology


Dalam bidang ekonomi, aku merasa bahwa ketimpangan dan kemiskinan bukan karena takdir Tuhan serta pasar tidak boleh dilepas-tangan oleh otoritas negara atau masyarakat. Ketimpangan ekonomi dan kemiskinan adalah konstruksi masyarakat yang bisa diubah. Pasar bebas harus dikendalikan supaya tidak menciptakan ketimpangan. Dalam memandang ekonomi ini, aku banyak terpengaruh oleh Marxisme, Marhaenisme, Swadesi Gandhi, teologi pembebasan, dan sistem pasar sosial di Uni Eropa dan Skandinavia. Jadi pandangan politik ekonomiku adalah kiri.

Gandhi juga Left Libertarian


Ternyata pandangan politikku mirip Gandhi, Nelson Mandela, dan Dalai Lama.

Dalai Lama dan Nelson Mandela juga Left Libertarian


Ing Ngarso Sosialisme.
Ing Madyo Marhaenisme.
Tut Wuri Berdikari.

Selamat berpolitik!


Bremen, 2 Juli 2013

iscab.saptocondro

Monday, July 1, 2013

Logika bahasa

Dalam suatu kursus bahasa Jerman, guruku pernah berkata bahwa bahasa itu tidak selamanya logis. Memang dalam setiap bahasa ada aturan tertentu yang bersifat logis. Akan tetapi logika dalam berbahasa bukanlah logika Aristotelian, maupun Boolean.

Aku pernah belajar logika Aristotelian sederhana dalam pelajaran Bahasa Indonesia. Mereka yang lanjut kuliah jurusan hukum, psikologi, dan sosiologi di Indonesia biasanya belajar logika Aristotelian lebih mendalam. Dulu sempat mendengar curhat dosen jurusan hukum dan psikologi, kalau mahasiswa-mahasiswi pernah ikut kuliah ini namun tetap saja mereka tidak bisa membangun argumentasi yang logis pada kuliah-kuliah berikutnya. Bukan hanya itu, hingga mengerjakan tugas akhir atau skripsi, banyak yang tidak logis.

Sebagai orang yang bergerak di bidang teknik, aku tidak terdidik dengan logika Aristotelian (wiki:en,de). Aku lebih banyak belajar logika matematis, berupa logika simbolik. Untuk lebih mendalami logika ini, sebetulnya perlu belajar banyak kalkulus proposisional (wiki:id,en,de) dan teori himpunan (wiki:id,en,de). Untuk bisa jadi sarjana teknik, aku harus menguasai logika Boolean (wiki:id,en,de). Dalam perjalanan hidup dan kuliah teknik, aku juga mendalami logika fuzzy (wiki:id,en,de).

Semua logika yang kupelajari sebetulnya lebih untuk mengerti bagaimana mesin bekerja, bukan bagaimana manusia berpikir. Namun aku banyak belajar dari kawan-kawan dari ilmu sosial dan humaniora mengenai apa saja yang termasuk sesat pikir atau "logical fallacy" (wiki:id,en,de). Hal-hal yang termasuk dalam daftar sesat logika harus dihindari (wiki:en), untuk membangun alur yang logis dalam berpikir dan berbahasa, baik lisan maupun tulisan.

Dalam dunia pemrograman, aku belajar bahasa yang lain, yaitu programming language. Di sini, ada aturan berbahasa dengan baik. Bagaimana menggunakan tanda baca dan spasi dengan benar. Jika ada kesalahan, komputer akan memberikan pesan "error" dan program tidak bisa dikompilasi. Selain itu, kadang ada hal yang tidak salah, namun bisa menimbulkan kerancuan. Untuk ini, komputer hanya memberi peringatan "warning". Seorang programmer yang baik, belajar dari pesan-pesan ini. Programmer akan menghilangkan "error" dan mengurangi "warning" dalam kerjanya.

Dalam berbahasa manusia, aku belajar banyak dari dunia pemrograman. Aku harus mengurangi hal-hal yang sesat secara logika dan yang rancu atau ambigu (wiki:id,en,de). Kemampuan berbahasa secara logis sangat penting dalam dunia sains, karena di sini ilmuwan harus membuat tulisan ilmiah (scientific paper) dan menyusun presentasi serta diskusi di seminar atau konferensi ilmiah. Dalam dunia pers dan jurnalisme, wartawan dan pembawa acara haruslah menjaga alur logika tulisan, siaran radio maupun televisi. Pembawa acara harus membuat diskusi di televisi dan radio tetap dalam kerangka berpikir logis. Wartawan di media cetak dan internet harus menyusun tulisan yang logis dan tidak rancu.

Di zaman pesan pendek ini, banyak sekali tantangan dalam menggunakan bahasa yang logis dan tidak rancu. Kalimat pada SMS, chatting, twitter, dll banyak yang rancu. Bahkan dengan kebangkitan alay (4L4y), berbahasa menjadi tidak mudah. Dalam pesan pendek, aku selalu pusing dengan huruf "g", kadang artinya "gua" (saya), kadang artinya "gak" (kagak/tidak). Aku menghindari penggunaan singkatan, karena itu rancu. PHP bisa artinya Personal Home Page, bisa juga Pemberi Harapan Palsu.

Gambar berikut, menjelaskan pentingnya berbahasa secara logis dan tidak rancu.


Jika menggunakan alur logika dalam satu kalimat, "Bring 6" memiliki arti "Bring 6 eggs".
Jika menggunakan alur logika dalam satu paragraf, "Bring 6" bisa berarti "Bring 6 bottles of milk."
Berbahasalah dengan tidak rancu. Berdiskusilah dengan menghindari sesat pikir (logical fallacy). Maka dunia akan damai dari debat kusir dan kebisingan tidak penting.

Berhubung gambar di atas berisi susu dan telur, tolong jangan siram mukaku dengan air teh!
(contoh kalimat yang tidak logis)


Bremen, 30 Juni 2013

iscab.saptocondro

P.S. Bagaimana bercinta dengan logika, masih kupelajari dan belum selesai. Aku masih mempelajari kebenaran kata- kata Vina Panduwinata "ternyata asmara tidak kenal dengan logika". Jika premis tersebut benar, aku harus mempelajari implikasi logisnnya beserta silogisme apa saja yang bisa tersusun.

Wednesday, May 29, 2013

STOP

STOP
Think
Observe
Plan

***

Cast Away, 2000, movie from Robert Zemeckis and starred by Tom Hanks.

Bremen, 29 Mei 2013

iscab.saptocondro

Sunday, April 14, 2013

Hanya 3 persen pemerkosa masuk penjara

Menurut Rape, Abuse, and Incest National Network (RAINN) di Amerika Serikat, dari 100 pemerkosaan:
  • 46 dilaporkan ke polisi
  • 12 penangkapan
  • 9 masuk pengadilan
  • 5 keputusan pidana
  • 3 pemerkosa yang dipenjara (setidak-tidaknya 1 hari)







Bahwa sesungguhnya perjuangan melawan budaya pemerkosaan (rape culture) belum usai.

Bremen, 13 April 2013

iscab.saptocondro

Tuesday, February 19, 2013

Kisah kurikulum di tahun 2013

Di suatu negeri, di tahun 2012, seorang penguasa beserta kroninya butuh dana untuk Pemilu yang akan diadakan dua tahun kemudian. Mereka pun memutar otak. Terbersitlah ide, yaitu dengan mengganti kurikulum pendidikan.

Anggaran pendidikan kan 20% dari total anggaran. Dananya kencang. Kalau ganti kurikulum, akan ada buku baru, pelatihan guru, uji coba ini-itu. Dari dana pengadaan buku, biaya percetakan bisa agak digelembungkan. Dari pelatihan guru, dana yang bisa digelembungkan adalah biaya perjalanan, studi-banding, dan fotokopi.

Supaya terkesan mengakomodasi kepentingan masyarakat, dibuatlah website "Uji Publik Pengembangan Kurikulum 2013". Seluruh rakyat yang peduli pendidikan dipersilahkan menuliskan pesan, kesan, komentar, ide, dan apapun di website tersebut. Apakah suara rakyat tersebut didengarkan, tidak terlalu dipedulikan.

Supaya kepentingan pencarian dana Pemilu 2014 sukses, rakyat harus dipecah-belah dengan isu. Kebetulan isu paling asyik untuk ini adalah agama. Kurikulum 2013 pun diberi muatan agama ekstra. Muatan ini pun sengaja dibuat dengan mengganggu pelajaran lainnya, seperti sains. 

Alasan tambahan muatan agama adalah indah-indah: untuk mencegah tawuran pelajar, supaya masyarakat semakin bermoral, dll. Isu agama ini cukup berhasil memecah rakyat dan mengaburkan masalah sesungguhnya, yaitu penguasa sedang memanfaatkan pergantian kurikulum untuk dana politik.

Penguasa tersebut tidak peduli anak-anak bangsa yang harus mengalami kurikulum pendidikan tersebut. Ia juga tidak peduli bagaimana masa depan mereka dalam menghadapi tantangan dunia yang selalu bergerak. Penguasa tak peduli kalau ulahnya memecah-belah rakyat dengan isu agama itu menghancurkan pilar kehidupan bangsa. Penguasa hanya peduli bahwa Pemilu sebentar lagi dan ingin menghisap dana sebanyak-banyaknya.

***

Semoga kisah ini hanyalah fiksi...

Bremen, 18 Februari 2013

iscab.saptocondro