Hari ini Natal Hari kedua dan aku lupa lagu "Twelve Days of Christmas". Pada lagu tersebut, ada penjelasan 12 hari Natal itu apa saja, dari tanggal 25 Desember hingga 5 Januari. Bulan Desember ini, aku merasakan jadi panitia Natal Perki Bremen, seperti yang telah kuceritakan pada Catatan Berdarah Mahasiswa Doktoral, 10 Desember 2014. Natal Perki Bremen diadakan pada bulan purnama, saat Sabtu 6 Desember 2014. Bagai pungguk yang merindukan bulan, purnama selalu punya nuansa mistis romantis. Walau aku tak merenungkan apa beda purnama di Jakarta dan New York, namun aku bertanya-tanya apa beda purnama di Bandung dan Bremen. Pertanyaan ini tidak kusimpan dalam hati, melainkan kutanyakan pada mantanku di Bandung.
Jadi apa beda purnama di Bandung dan di Bremen?
— iscab.saptocondro (@saptocondro) December 6, 2014
Selain acara Natal Oikoumene bersama Perki Bremen, aku juga merasakan Weihnachtsfeier atau lebih tepatnya Weihnachtsessen (Makan-makan Natal) di Oldenburg. Acara Weihnachtsessen pertama adalah Rabu 3 Desember 2014, bersama mahasiswa-mahasiswi doktoral. Aku sudah lama tidak gabung acara bareng PhD student di Oldenburg dan tidak kenal pendamping baru acara kumpul-kumpul PhD. Jadi aku ikuti acara Natal ini. Aku menikmati acara makan-makan gratis ini. Setelah acara ini, terbentuklah grup Whatsapp PhD.
Acara Weihnachtsessen kedua adalah Jumat 12 Desember 2014, bersama rekan kantor Jade HS Oldenburg. Seperti biasa, kami berjalan ke pasar Natal yang bernama Lamberti-Markt Oldenburg. Kami minum Glühwein dan kemudian pergi makan-makan ke restoran. Kali ini, restorannya bertema Bavaria (Bayerisch). Aku pun terkenang masa-masa tinggal di Nürnberg, Bayern, dulu. Berhubung minuman pertama itu gratis untukku (karena dibayari oleh kantor) dan aku tidak mau rugi, aku pun membeli 1 Maß bir Bavaria (1 Maß = 1 liter). Aku pun menikmati makanan all-you-can-eat dari buffet. Seperti pepatah Jawa, "mangan ora mangan sing penting ngumpul", orang Jerman punya filosofi "Gemütlichkeit". Aku kekenyangan dan sepertinya bakal muntah karena over-eating dan over-drinking. Tapi jalan kaki dari restoran ke stasiun meredakan rasa ini.
Akhirnya, pada malam Natal, aku mengikuti misa Heiliger Abend di gereja St. Johann, Bremen. Langit cerah tidak gerimis maupun badai. Angin dingin pun mengalun gemulai bagaikan ksatria berpedang yang kadang menusuk tubuh dan kadang mengiris leher. Dalam gereja begitu hangat, karena sesak oleh pengunjung. Gereja St. Johann berada di pusat kota, jadi sepertinya turis pun akan masuk ke gereja ini kalau ingin merayakan misa Katolik.
Entah kenapa, Natal tahun ini, aku merasa kesepian. Apakah ini karena dinginnya udara? Apakah ini karena aku sudah tak tahu apa peranku dalam kehidupan sosial di Bremen. Kawan-kawan mainku di Bremen dulu telah berpindah kota atau negara. Yang masih ada di Bremen, sedang menikmati kehangatan bersama keluarga masing-masing. Aku merenungkan bahwa semenjak lulus master dan merasakan kerja di Jerman, aku mengalami peningkatan kemampuan bahasa pemrograman namun mengalami penurunan kemampuan bahasa manusia. Aku sudah tidak bisa berkomunikasi dengan orang lain dengan baik. Aku merasakan ada bagian diriku yang tercuri oleh kejamnya sistem kapitalisme dalam industri Jerman.
Seperti Natal 2013, pada Natal 2014 ini, aku datang tidak diundang pada acara bersama muda-mudi Katolik di Bremen, yang kutemui usai misa di St. Johann. Alasannya adalah aku lagi tidak mau kesepian dan entah kenapa masa-masa ini aku lagi tertarik dengan berita bunuh diri dan tulisan tentang cara-cara bunuh diri. Jadi aku mengambil resiko datang ke acara yang aku tak diundang. Aku membawa sekantong jeruk supaya tanganku tidak hampa. Untung, aku diizinkan masuk. Aku mendengarkan obrolan kawan-kawan. Rasa kesepianku lumayan terobati.
Aku juga merenungkan bahwa banyak hal dari diriku yang harus kuperbaiki tahun 2015, supaya aku bisa bergaul bareng kawan-kawan yang muda-mudi ini. Berat juga harus bergaul bersama orang yang umurnya lebih muda 10 tahun dariku. Namun kaum muda seperti inilah yang memberiku lingkaran penting bagi dunia perjodohanku. Wanita seumuranku sih sudah berkeluarga dan untuk menjadi jodohku, dia harus jadi janda dulu atau kurebut dari suami orang dulu.
***
Kotbah pada Misa Malam Natal 2014 di St. Johann berisi "Don't Shoot". Kata-kata ini diambil dari "Christmas Truce" atau "Weihnachtsfrieden", 100 tahun lalu, ketika Perang Dunia I (wiki: en,de,id). Ketika itu, pada Malam Natal 1914, tentara Inggris dan Jerman di Front Barat melakukan gencatan senjata. Mereka pun bertukar suvenir dan makanan. Saat itulah, Damai Natal menjadi begitu bermakna bagi orang Eropa.
Sementara itu, di Amerika Serikat, di bulan Desember, ada beberapa demonstrasi bertema "Hands Up! Don't Shoot!" (fb, wiki: en). Demo ini dilakukan untuk memperingati kasus penembakan oleh polisi, yang memakan korban pemuda kulit hitam tak bersenjata. Di Ferguson, Missouri, Amerika Serikat, seorang polisi kulit putih bernama Darren Wilson berkali-kali menembaki seorang pemuda kulit hitam yang tak bersenjata bernama Michael Brown (wiki: en,de). Kemudian terjadilah demonstrasi besar-besaran di Ferguson pada bulan Agustus 2014 (wiki: en). Sebagian demonstrasi damai dan sebagian lain tidak. Kritik media Amerika Serikat terdapat pada militerisasi polisi. Polisi menggunakan gas air mata dan menggunakan sniper yang diarahkan kepada demonstran dan wartawan. Pada akhir bulan November, polisi yang menembak dinyatakan tidak bersalah oleh juri. Hal ini menimbulkan demonstrasi di lebih dari 100 kota di Amerika Serikat dengan tema "Hands Up! Don't Shoot!". Di New York, sebagian demonstran ingin memadamkan lampu pohon Natal di Rockefeller Center.
Jadi apa beda pohon Natal di Jakarta dan New York?
Tidak ada perdamaian tanpa keadilan, kata banyak orang dari zaman dahulu hingga kini. Gereja Katolik Roma pun memberikan pesan perdamaiannya tentang hubungan antara perdamaian dan keadilan, dengan Pesan Paus Yohanes Paulus II tanggal 1 Januari 2002 pada perayaan World Day of Peace "No peace without justice. No justice without forgiveness." dan dengan "Gaudium et Spes" hasil Konsili Vatikan II, tahun 1965. Jadi damai Natal menjadi relevan ketika seseorang turut proaktif dalam perjuangan manusia untuk mencari keadilan.
Aku pun teringat bahwa segenap perjuangan politik yang kulakukan secara sederhana di tahun 2014 ini berdasarkan solidaritasku untuk mereka yang mencari keadilan ketika hak asasi mereka sebagai manusia terinjak-injak di tahun 1965, 1998, dll, bahkan tahun ini di Papua. Walau perjuangan ini tak sempurna di tahun ini, aku yakin bahwa perjuangan melawan angkara murka akan menemukan caranya sendiri untuk bertahan.
Semoga damai Natal beserta kita!
Teruskan perjuangan melawan ketidakadilan!
Darah Juang!
***
Tulisan Natal yang lalu
- Selamat Natal 2013, dengan kenangan akan masa lalu
- Selamat Natal 2013, penuh cinta
- Selamat Natal 2012, dan perjalanan
- Selamat Natal 2012, dan perlawanan terhadap keangkuhan
- Selamat Natal 2011, dalam bahasa Jerman "Frohe Weihnachten"
- Selamat Natal 2009, dan perjuangan menghadapi master thesis
- Selamat Natal 2009, dalam berbagai bahasa.
- Selamat Natal 2008, dan mulai dengan blog baru iscab di wordpress
- Selamat Natal 2007, dan obrolan absurd
- Antara Lady Gaga dan Natal di ITB, ada apa sih?
- Ada apa dengan ITB, Natal dan Lady Gaga?
Menghitung berapa Natal yang kulalui di Jerman.
***
Wilujeung Natal!
Sugeng Natal!
Rahajeng Natal!
Frohe Weihnachten!
Merry Christmas!
Eid Milad Majid!
Bremen, 26 Desember 2014
iscab.saptocondro